Minggu, 21 Oktober 2018

TRADISI SIAT TIPAT BANTAL

TRADISI PERANG TIPAT BANTAL

Bali memang kaya dengan tradisi yang unik. Salah satunya adalah tradisi Aci Tabuh Rah Pangangon atau yang kerap disebut siat tipat bantal. Tradisi yang sudah ada semenjak puluhan abad ini dilaksanakan setiap Purnama Kapat atau bulan purnama keempat dalam perhitungan Bali oleh Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung. Meski dilaksanakan setiap tahun, namun kemeriahan dan keseruannya tak pernah habis. Seperti diketahui, siat tipat mulai dilaksanakan sejak tahun 1339 silam. Saat itu, kedatangan Patih Raja Bali Dinasti Singhasari terakhir, yakni Ki Kebo Waruya, beliau menerima mandat dari Raja Bali yang bernama Asta Sura Ratna Bumi Banten untuk menerenovasi Pura Purusada di Desa Kapal. Setibanya di Desa Adat Kapal beliau tergerak hatinya, karena melihat kondisi desa yang mengalami musim paceklik.
Melihat kondisi tersebut, beliau pun kemudian memohon kehadapan Ida Bhatara yang berstana di Candi Rara Pura Purusada agar berkenan melimpahkan waranugraha atau anugerah. Setelah memohon hal tersebut, beliau diberikan petunjuk agar melakukan upacara Aci yang dipersembahkan kepada Bhatara Siwa dengan menggunakan sarana tipat dan bantal yang diikuti oleh seluruh krama desa adat kapal untuk melaksanakannya.Tradisi Perang Tipat Bantal di Desa Kapal berlokasi di Mengwi, Kabupaten Badung Bali, Perang Tipat-Bantal adalah sebuah tradisi tahunan yang digelar sejak tahun 1337 oleh masyarakat lokal di Desa Adat Kapal. Perang Tipat Bantal ini adalah tradisi yang tergolong unik yang dilakukan masyarakat di Desa Kapal , sesuai perintah (Bhisama) Kebo Iwa semenjak tahun 1341 Masehi yang merupakan ungkapan syukur warga kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi atas rezeki dan nikmat yang telah diberikan, kepercayaan tersebut dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan sampai saat ini tradisi perang tipat bantal masih berlangsung sampai saat ini.

Ritual perang tipat bantal tahunan ini dilaksanakan atau berlokasi di Pura Desa Kapal. Ritual perang tipat bantal ini ditujukan kepada masyarakat Desa Kapal untuk melakukan “tajen pengangon” untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk umat manusia. Tradisi ini juga sering disebut “Aci Rah Pengangon” oleh masayarkat setempat. Ritual yang berlangsung di Pura Kapal ini diawali dengan upacara persembahyangan bersama yang dilakukan oleh seluruh warga desa. Pada upacara ini pemangku desa adat akan memercikan air suci untuk memohon keselamatan seluruh warga dan juga para peserta yang akan melakukan perang tipat bantal. Para peserta Tipat Bantal perlahan akan melepas baju dan telanjang dada lalu mereka akan membuat dua kelompok dan berdiri saling berhadapan, lalu di depan mereka telah tersedia tipat (kertupat) dan juga bantal (jajanan khas bali). Setelah itu ketika aba aba telah dimulai para peserta Perang Tipat Bantal mulai melemparkan tipat dan bantal itu pada kelompok yang yang ada di depan mereka, suasana hiruk pikuk itu pun mulai terasa ketika tipat dan bantal mulai beterbangan di udara, lalu jika dirasa sudah cukup, Perang Tipat Bantal di hentikan sementara laluPerang Tipat Bantalpun dilanjut di jalan raya yang tak lain di depan pura, sama halnya seperti tadi, para pemain Perang Tipat Bantal akan membuat 2 formasi dan kembalilah Perang Tipat Bantal dimulai, kali ini suasananya lebih gempar karena para pemainnya melempar tipat bantalnya dengan membabi buta sambil berteriak dan bersorak. upacara tersebut bertujuan untuk mohon kesejahteraan bagi seluruh krama desa adat Kapal. Di samping itu, tipat dan bantal adalah simbol pradhana (perempuan) dan purusha (laki-laki). “Dilemparnya bantal dan tipat bertujuan untuk mempertemukan kedua simbol purusha dan pradhana . pertemuan keduanya akan menghasilkan kesuburan dan kesejahteraan,”
Perang Tipat Bantal ini akan semakin terasa menarik ketika para penonton yang berada di trotoar jalan juga ikut melempar tipat bantal, kadang para penonton akan terkena serangan tipat bantal yang entah datangnya darimana, jika terkena lemparan tipat atau bantal akan terasa sangat sakit, tapi tidak seorangpun yang merasa marah, karena perang tipat bantal ini dilakukan dengan suka cita .
“Tipat merupakan lambang feminim dan bantal merupakan lambang maskulin atau gentle man”. Maka dari itu perang tipat bantal ini bermakna bahwa pertemuan antara tipat dan bantal ini merupakan pertemuan antara laki laki dan perempuan ketika bertemu akan melahirkan kehidupan.


Penulis : I Gusti Ngurah Putu Arya Sentosa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seni Budaya Bali

SENI TRADISI DI BALI         TARI BARIS GEDE Sumber : Bali media info : Baris Gede Tari Baris Gede merupakan salah sat...