TRADISI
PERANG TIPAT BANTAL
Bali
memang kaya dengan tradisi yang unik. Salah satunya adalah tradisi Aci Tabuh
Rah Pangangon atau yang kerap disebut siat tipat bantal. Tradisi yang sudah ada
semenjak puluhan abad ini dilaksanakan setiap Purnama Kapat atau bulan purnama
keempat dalam perhitungan Bali oleh Desa Adat Kapal, Mengwi, Badung. Meski
dilaksanakan setiap tahun, namun kemeriahan dan keseruannya tak pernah habis. Seperti
diketahui, siat tipat mulai dilaksanakan sejak tahun 1339 silam. Saat itu,
kedatangan Patih Raja Bali Dinasti Singhasari terakhir, yakni Ki Kebo Waruya,
beliau menerima mandat dari Raja Bali yang bernama Asta Sura Ratna Bumi Banten
untuk menerenovasi Pura Purusada di Desa Kapal. Setibanya di Desa Adat Kapal
beliau tergerak hatinya, karena melihat kondisi desa yang mengalami musim
paceklik.
Melihat
kondisi tersebut, beliau pun kemudian memohon kehadapan Ida Bhatara yang
berstana di Candi Rara Pura Purusada agar berkenan melimpahkan waranugraha atau
anugerah. Setelah memohon hal tersebut, beliau diberikan petunjuk agar melakukan
upacara Aci yang dipersembahkan kepada Bhatara Siwa dengan menggunakan sarana
tipat dan bantal yang diikuti oleh seluruh krama desa adat kapal untuk
melaksanakannya.Tradisi Perang Tipat Bantal di Desa Kapal berlokasi di Mengwi,
Kabupaten Badung Bali, Perang Tipat-Bantal adalah sebuah tradisi tahunan yang
digelar sejak tahun 1337 oleh masyarakat lokal di Desa Adat Kapal. Perang Tipat
Bantal ini adalah tradisi yang tergolong unik yang dilakukan masyarakat di Desa
Kapal , sesuai perintah (Bhisama) Kebo Iwa semenjak tahun 1341 Masehi yang
merupakan ungkapan syukur warga kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi atas
rezeki dan nikmat yang telah diberikan, kepercayaan tersebut dilakukan secara
turun temurun dari generasi ke generasi dan sampai saat ini tradisi perang
tipat bantal masih berlangsung sampai saat ini.
Ritual perang
tipat bantal tahunan ini dilaksanakan atau berlokasi di Pura Desa Kapal. Ritual
perang tipat bantal ini ditujukan kepada masyarakat Desa Kapal untuk melakukan
“tajen pengangon” untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk umat
manusia. Tradisi ini juga sering disebut “Aci Rah Pengangon” oleh masayarkat
setempat. Ritual yang berlangsung di Pura Kapal ini diawali dengan upacara
persembahyangan bersama yang dilakukan oleh seluruh warga desa. Pada upacara
ini pemangku desa adat akan memercikan air suci untuk memohon keselamatan
seluruh warga dan juga para peserta yang akan melakukan perang tipat bantal. Para
peserta Tipat Bantal perlahan akan melepas baju dan telanjang dada lalu mereka
akan membuat dua kelompok dan berdiri saling berhadapan, lalu di depan mereka
telah tersedia tipat (kertupat) dan juga bantal (jajanan khas bali). Setelah
itu ketika aba aba telah dimulai para peserta Perang Tipat Bantal mulai melemparkan
tipat dan bantal itu pada kelompok yang yang ada di depan mereka, suasana hiruk
pikuk itu pun mulai terasa ketika tipat dan bantal mulai beterbangan di udara,
lalu jika dirasa sudah cukup, Perang Tipat Bantal di hentikan sementara
laluPerang Tipat Bantalpun dilanjut di jalan raya yang tak lain di depan pura,
sama halnya seperti tadi, para pemain Perang Tipat Bantal akan membuat 2
formasi dan kembalilah Perang Tipat Bantal dimulai, kali ini suasananya lebih
gempar karena para pemainnya melempar tipat bantalnya dengan membabi buta
sambil berteriak dan bersorak. upacara tersebut bertujuan untuk mohon
kesejahteraan bagi seluruh krama desa adat Kapal. Di samping itu, tipat dan
bantal adalah simbol pradhana (perempuan) dan purusha (laki-laki). “Dilemparnya
bantal dan tipat bertujuan untuk mempertemukan kedua simbol purusha dan
pradhana . pertemuan keduanya akan menghasilkan kesuburan dan kesejahteraan,”
Perang Tipat
Bantal ini akan semakin terasa menarik ketika para penonton yang berada di
trotoar jalan juga ikut melempar tipat bantal, kadang para penonton akan
terkena serangan tipat bantal yang entah datangnya darimana, jika terkena
lemparan tipat atau bantal akan terasa sangat sakit, tapi tidak seorangpun yang
merasa marah, karena perang tipat bantal ini dilakukan dengan suka cita .
“Tipat merupakan lambang feminim
dan bantal merupakan lambang maskulin atau gentle man”. Maka dari itu perang
tipat bantal ini bermakna bahwa pertemuan antara tipat dan bantal ini merupakan
pertemuan antara laki laki dan perempuan ketika bertemu akan melahirkan
kehidupan.
Penulis : I Gusti Ngurah Putu Arya Sentosa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar