SASIH KENEM MELAKSANAKAN UPACARA NANGLUK MERANA
Seperti halnya wewaran, wuku, tanggal panglong semuanya mempunyai perhitungan ala-ayu (baik-buruk) maka sasih pun mempunyai perhitungan ala ayu. Misalnya pada waktu bergerak saat wiswayana (saat berada di tengah) kemudian bergerak ke utara (uttarayana) dan kemudian bergerak ke arah selatan (daksinayana). Maka secara umum sasih uttarayana dianggap sasih yang bersih dan daksinayana dianggap sasih kotor. Daksinayana jatuh pada sasih kanem, kapitu, kawulu, dan ini adalah sasih yang baik untuk nangkluk merana atau membuat upacara bhuta yadnya.
Umumnya desa-desa di Bali menggelar
upacara nangluk merana pada saat sasih kenem. Orang awam memahami
upacara ini sebagai ritual untuk mengusir hama dan memohon anugerah Ida
Ratu Gede Macaling, penguasa laut selatan yang berstana di Pura
Penataran Ped, Nusa Penida, agar dijauhkan dari segala jenis penyakit.
Biasanya, upacara nangluk merana
dilaksanakan saat Tilem Kanem, ada juga yang memilih melaksanakan
upacara nangluk merana Kajeng Klwion Enyitan atau Kajeng Kliwon Uwudan
Sasih Kanem. Pada Tahun ini, Tilem Kenem dan Kajeng Kliwon sasih kenem
bertepatan jatuh pada tanggal 1 Januari 2014. Tentunya, hari ini adalah
hari yang sangat baik sekali untuk melaksanakan upacara nangluk merana
atau bhuta yadnya.
Upacara nangluk merana umumnya
dilaksanakan krama subak di seluruh Bali. Upacara dilaksanakan di
pura-pura yang berstatus sebagai pura subak, terletak di tepi pantai.
Karena itu pula, upacara nangluk merana biasanya terkosentrasi di Puta
Watu Klotok, Pantai Lebih, Puru Ulun Subak Bukit Jati, Pura Masceti,
Pura Erjeruk, Pura Petitenget, Pura Rambut Siwi, Pura Tanah Lot, dan
pura-pura sejenisnya. Pelaksanaan upacara nangluk ini disesuaikan dengan
desa kala patra, tempat, waktu dan tradisi yang sudah berjalan di
masing-masing daerah di Bali. Upacara nangluk yang unik ada di Tabanan,
dalam prosesi upacara nangluk merana masyarakat menggayot raja
(Tjokorda) untuk mengelilingi sekitaran sawah.
Berdasarkan sumber yang di baca,
Pelaksanaan Nangkluk Merana yang dilakukan masyarakat ini telah ada
sejak zaman Rsi Markandya. Makna dan fungsinya sangat jelas untuk
melaksanakan keselamatan lahir dan batin. Semua itu ada dalam sastra
Lontar Purwaka Bumi. Di samping itu tujuan ritual tersebut juga untuk
memohon berkah kesuburan. Terlebih lagi, dalam pergantian sasih ini
harus dimaknai dengan baik, dilaksanakan dengan lascarya, ngaturan bakti
dan banten, memohon keselamatan agar terjadi penetralan kesimbangan
sesuai dengan ajaran dan Lontar Cuda Mani.
Mengacu pada sumber sastra lainnya, dalam
hubungan dengan upacara nangluk merana di antaranya bersumber dari
Purana Bali Dwipa. Pada intinya sumber itu mengatakan, ketika Raja Sri
Aji Jayakasunu mendapat petunjuk dari Hyang Maha Kuasa berbunyi sebagai
berikut: “Malih aja lali ring tatawur ring sagara, manca sanak, nista
Madhya, uttama, nangken sasih kanem, kapitu, kaulu, pilih tunggil wenang
maka panangluk mrana aranya. Yan sampun nangluk mrana, gring tatumpur
tikus, walang sangit, mwah salwiring mrana ring desa, mwang ring sawah
tan pa wisya, apan sampun hana labanya, wetning salwiring mrana saking
samudra datengnya.”
Artinya, Dan jangan lupa melaksanakan kurban (tawur) di laut amanca
sanak, tingkat kecil, sedang, utama, tiap-tiap bulan Desember, Januari,
Februari salah satu di antaranya dapat dipilih untuk dilaksanakan
sebagai penolak hama dan bencana. Bilamana sudah melaksanakan upacara
nangluk merana, penolak hama dan penyakit di sawah, maka tikus walang
sangit, segala bentuk hama di tingkat desa maupun sawah tidak akan
berbahaya, karena sudah dibuatkan upacara. Oleh karena segala wabah dari
laut sumbernya.
Ritual nangluk merana semestinya dimaknai
menyelusup jauh pada laku diri. Nangluk merana sebagai ritual menjaga
keseimbangan alam semestinya kita ditindaklanjuti dengan laku diri
secara nyata untuk menjaga lingkungan. Tak perlu yang berat-berat,
mulailah dengan cara-cara teramat sederhana: jangan membuang sampah
sembarangan, jaga kebersihan selokan, bersihkan sungai dan lainnya. Jika
sudah begitu, tentu penyakit dengan sendirinya tak berani mendekat.
Itulah anugerah paling nyata dari Ida Ratu Gde Mecaling.
Kenapa Masyarakat Bali Memberi Perhatian Pada Saat Sasih Kenem?
Manusia Bali memberi perhatian khusus
pada Sasih Kanem. Sasih Kanem kerap kali paling ”ditakuti”. Sasih Kanem
dimaknai awam sebagai awal merebaknya aneka penyakit atau pun hama.
Banyak orang jatuh sakit. Begitu juga tanaman tak sedikit yang rusak
dimakan hama.
Memang, dalam tradisi wariga Bali,
Sasih Kanem merupakan saat Dewi Durga beryoga. Sasih Kanem juga berada
dalam naungan kuasa Batara Guru (Siwa). Kini, Dewa Siwa tengah menguasai
arah barat daya.
Bila saat sasih Kanem terjadi gempa bumi,
ramalan tradisional Bali menyebutkan akan banyak orang susah menjalani
hidup. Manusia menjadi liar. Karena itulah, Anda diingatkan untuk
waspada berbicara. Jika sampai pembicaraan Anda membuat telinga orang
panas, keributan akan mudah tepantik. Bencana alam pun biasanya
mengintai dan pencuri bergentayangan tanpa rasa takut.
Secara faktual, Sasih Kanem merupakan
musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Hujan yang
turun pada Sasih Kanem lebih lebat dari pada hujan saat Sasih
Kalima. Musim pancaroba tentu saja berdampak pada kondisi alam. Pada
akhirnya, kondisi alam yang berubah itu berakibat juga pada kondisi
manusia. Jika daya tahan tubuh tidak cukup kuat, maka sakit akan amat
mudah menghampiri. Lantaran hujan mulai turun, udara mulai terasa
lembap. Matahari kerap pula terselimuti mendung. Akibatnya suhu udara
menjadi gerah. Kondisi ini tentu mudah memicu sakit flu, demam atau pun
batuk-batuk.
Terlebih lagi, pada Sasih Kanem ini,
lalat kian berbiak saja. Lalat merupakan salah satu spesies penyebar
penyakit. Pasalnya, lalat dengan mudah hinggap di tempat-tempat paling
kotor tetapi juga pada saat yang tidak lama bisa dengan mudah hinggap di
tempat makanan.
Karena itu,sangat penting artinya
memperhatikan kebersihan lingkungan sepanjang Sasih Kanem ini. Sanitasi
mesti dijaga agar benar-benar bersih. Jangan juga membiarkan makanan
terbuka hingga mudah dihinggapi lalat.
Pada Sasih Kanem bukan hanya manusia dan
hewan yang mudah terserang penyakit. Tanam-tanaman juga amat gampang
dirajam hama sepanjang Sasih Kanem ini. Karenanya, pada Sasih Kanem
orang Bali biasanya melaksanakan upacara nangluk merana, upacara
mengusir hama.
Akan tetapi, Sasih Kanem juga merupakan
saat tepat untuk mulai meladang. Hujan pertama Sasih Kanem akan
menyegarkan Ibu Bumi. Sang pengabdi Ibu Bumi, para petani, para peladang
biasanya akan mencangkuli tanah pada Sasih Kanem.
Namun, untuk melaksanakan upacara yadnya yang direncanakan (ngewangun) semisal upacara pawiwahan (pernikahan), ngaben maupun ngenteg linggih,
umumnya akan menghindari Sasih Kanem. Anda disarankan untuk menunda
dulu upacara-upacara tersebut minimal sebulan dengan mencari Sasih
Kapitu. Yang paling baik, disarankan mencari Sasih Kadasa. Sasih Kanem
biasanya dijadikan saat tepat untuk melaksanakan upacara bhuta yadnya, seperti macaru.
sasih karo baik untuk pitra yajña, sasih caitra baik untuk bhuta yajña.
Sasih kapat dan kadasa baik untuk upacara dewa yajña, sehingga saat
purnamaning kapat dan kadasa kita melihat umat Hindu melaksanakan
upacara odalan pada pura-pura besar seperti : khayangan jagat, sad
khayangan, dang khayangan, khayangan tiga dan sebagainya. Masih banyak
lagi padewasan memperhitungkan ala ayuning sasih.
Nama : Putu Dedi Ambara Yuda
NIM : 1813051007
Nama : Putu Dedi Ambara Yuda
NIM : 1813051007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar